Komisi I DPRD Kaltim Gelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Aliansi Masyarakat Loa Kulu

Advertorial, Home33 Dilihat

SAMARINDA – Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Aliansi Masyarakat Loa Kulu Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar).

Pertemuan ini berlangsung di ruang rapat Gedung E lantai 1 Kantor DPRD Kaltim dan membahas permohonan enclave/penciutan izin Hak Guna Usaha (HGU) PT. Budi Duta Agro Makmur (BDAM) di Kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kukar.

Baharuddin Demmu menjelaskan bahwa dalam pertemuan ini, membahas permintaan masyarakat terkait HGU PT. BDAM yang mencakup sekitar 280 hektar untuk di enclave. Ia menganggap bahwa lahan tersebut sudah dapat dikategorikan sebagai lahan terlantar, dan pemerintah seharusnya mencabut HGU PT. BDAM sehingga bisa dikelola oleh masyarakat.

Namun, dari pertemuan tersebut, belum ada kesepakatan, sehingga Komisi I berencana untuk mengundang manajemen PT. BDAM yang tidak hadir dalam pertemuan untuk memberikan klarifikasi terkait perlakuan perusahaan terhadap masyarakat Loa Kulu.

“Salah satu yang harus mereka klarifikasi adalah apakah mereka juga melakukan Perjanjian Pemanfaatan Lahan Bersama (PPLB) dengan masyarakat, dan apakah mereka menggunakan lahan itu untuk aktivitas tambang yang diduga melanggar izin HGU mereka,” tandas Baharuddin.

Baharuddin menekankan bahwa masyarakat merasa tidak dihargai oleh PT. BDAM karena perusahaan yang menguasai HGU, sementara masyarakat telah tinggal di wilayah itu sejak sebelum izin diberikan pada tahun 1981. Masyarakat juga belum menerima hak ganti rugi dari perusahaan.

“Saya tidak perlu bicara sertifikat untuk masyarakat. Ya kalau masyarakat tidak punya sertifikat tanah, maka itu kewajiban pemerintah untuk menerbitkan sertifikat gratis,” tandasnya.

Ia menyambut baik kebijakan Kementerian ATR/BPN yang mengizinkan perubahan status tanah dari HGU menjadi SHM secara gratis dan tanpa biaya.

Namun, ia juga menyayangkan bahwa program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) terhambat karena banyak lahan masyarakat yang sudah memiliki izin HGU, bahkan ada yang sudah bersertifikat, tetapi ditimpa atau tumpang tindih oleh HGU.

“Bahkan ada beberapa lahan masyarakat yang sudah bersertifikat, itu ditindih atau berlapis oleh HGU,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *