Ananda Emira Moeis Tegaskan Pembahasan APBD 2026 Fokus Ketelitian, Bukan Masalah Koordinasi

Wakil Ketua II DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Ananda Emira Moeis
Wakil Ketua II DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Ananda Emira Moeis

KNWES.id, SAMARINDA  – Wakil Ketua II DPRD Kalimantan Timur, Ananda Emira Moeis, meluruskan anggapan terkait lambatnya penyampaian Nota Penjelasan Keuangan dan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) APBD Tahun Anggaran 2026 yang baru diserahkan menjelang akhir November. Ia menegaskan bahwa situasi tersebut bukan dipicu oleh persoalan komunikasi antar pihak.

Menanggapi sorotan publik soal waktu penyerahan dokumen anggaran, Ananda menekankan bahwa hubungan kerja antara DPRD, khususnya Badan Anggaran (Banggar), dengan Tim Pemerintah Daerah (TPD) berjalan normal dan kondusif.

“Tidak ada kendala komunikasi antara Badan Anggaran (Banggar) dan Tim Pemerintah Daerah (TPD). Penyebabnya adalah kami ingin melakukan pengkajian yang sangat detail,” ujar Ananda Emira Moeis, Minggu (30/11/2025).

Ia menjelaskan, kehati-hatian tersebut diperlukan karena terjadi penyesuaian signifikan terhadap pagu anggaran. Dari kesepakatan awal sebesar Rp21,350 miliar, angka tersebut harus disesuaikan menjadi Rp15,115 miliar, sehingga diperlukan penyaringan dan penajaman ulang terhadap berbagai program.

Menurut Ananda, penurunan anggaran tidak boleh dilakukan secara tergesa-gesa. Setiap kebijakan efisiensi harus dipastikan tidak memberi dampak negatif terhadap roda perekonomian daerah.

“Kami harus memastikan bahwa efisiensi ini tidak berdampak negatif bagi perekonomian Kaltim. Kita tidak bisa sembarangan dalam mengambil keputusan,” tegasnya.

Ia mencontohkan salah satu pos penting yang perlu dikaji secara matang, yakni Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP). Menurutnya, kebijakan pemangkasan TPP berpotensi menimbulkan efek domino terhadap aktivitas ekonomi masyarakat.

“TPP berkaitan erat dengan daya beli masyarakat. Tunjangan itu digunakan pegawai untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti berbelanja di warung, pedagang kaki lima, atau pasar. Uang itu kemudian berputar kembali kepada pedagang dan petani. Inilah siklus ekonomi mikro yang harus kita jaga,” jelasnya.

Dengan kondisi anggaran yang lebih terbatas, Ananda menilai diperlukan ketelitian ekstra dalam menentukan prioritas belanja agar manfaatnya tetap dirasakan langsung oleh masyarakat luas.

“Bayangkan, mengelola anggaran yang awalnya besar kemudian harus disesuaikan menjadi lebih kecil, itu butuh ketelitian tinggi. Ini tentang memastikan setiap rupiah berdampak optimal bagi masyarakat ini,” pungkasnya. (Adv)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *