KNWES.id, SAMARINDA – Anggota Komisi IV DPRD Kalimantan Timur, Agusriansyah Ridwan, kembali menyoroti permasalahan dalam penyaluran Bantuan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang hingga kini baru tersalurkan kepada tujuh perguruan tinggi negeri (PTN). Ia menilai masih adanya hambatan signifikan dalam distribusi dana untuk perguruan tinggi swasta (PTS).
Agusriansyah menjelaskan bahwa kendala utama terletak pada laporan terkait ketidakvalidan sejumlah rekening milik PTS. Situasi ini menyebabkan satu Surat Keputusan (SK) penyaluran tertunda, sehingga berdampak pada keseluruhan proses distribusi bantuan.
“Seharusnya tidak demikian. Harusnya dicari kebijakan,” ujarnya, Minggu (23/11/2025).
Ia menyebutkan bahwa Karo Kesra telah memberikan komitmen untuk menindaklanjuti persoalan tersebut agar mahasiswa yang sudah melengkapi persyaratan tidak dirugikan.
“Mudah-mudahan ini sudah ada langkah, jangan sampai menyusahkan mahasiswa yang berkasnya sudah lengkap,” tambahnya.
Menurutnya, penting bagi pemerintah memastikan bantuan UKT ini berjalan tepat waktu karena menyangkut keberlangsungan operasional kampus serta kebutuhan mahasiswa dan orang tua yang biasanya dituntut membayar di awal semester.
Agusriansyah juga menilai program bantuan keuangan pendidikan atau “Gratispol” membutuhkan dukungan regulasi yang lebih tegas. Ia menyarankan agar program tersebut didorong memiliki payung hukum berupa Peraturan Daerah (Perda) agar pelaksanaannya tidak menemui hambatan berulang.
“Kedua, problematikanya akan semakin tinggi karena penerima bantuan sudah sampai ke semester 8. Sementara, mata anggaran biasanya baru dapat direalisasikan paling cepat pada Februari, sedangkan UKT harus dibayar di Januari,” jelasnya.
Selain itu, ia menyoroti ketidaksesuaian antara kuota bantuan yang diberikan dengan jumlah yang didistribusikan kampus. Syarat wajib memiliki KTP Kaltim selama tiga tahun juga dinilai berpotensi menimbulkan masalah bagi mahasiswa yang tidak memenuhi ketentuan tersebut.
“Tidak semua mahasiswa memenuhi syarat itu. Sekarang ada kebijakan untuk melihat kartu keluarga guna menelusuri masa tinggal. Menurut saya, ini perlu dipikirkan sebelum menimbulkan persoalan hukum dan sosial,” ucap Agusriansyah.
Meskipun demikian, ia menilai Gratispol sebagai program yang baik dan bermanfaat, namun perlu evaluasi berkelanjutan agar tidak menimbulkan persoalan di masa mendatang. Ia juga menekankan perlunya orientasi yang lebih jelas terhadap relevansi pendidikan dengan kebutuhan kerja.
“Harus ada penyesuaian jurusan yang sesuai dengan kebutuhan 5-10 tahun ke depan, sehingga lulusan tidak menjadi pengangguran. Selain itu, pemerintah daerah perlu memberikan pembekalan dan kebijakan yang menganggarkan penciptaan lapangan kerja bagi para pemuda,” pungkasnya.
Di sisi lain, terkait adanya pemotongan dana transfer pada tahun mendatang, Agusriansyah memastikan bahwa hal tersebut tidak akan memengaruhi pembiayaan mahasiswa aktif dari semester 1 hingga 8. Namun, ia menyebut bahwa perlunya formulasi baru dalam pendanaan program pendidikan.
“Di tengah pemangkasan ini, formulanya harus dipikirkan. Apakah nanti akan dikolaborasikan dengan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) atau CSR perusahaan, itu harus segera dipikirkan agar tidak membebani APBD. Kolaborasi ini juga bisa diperuntukkan bagi sekolah menengah atas, SMK, dan SLB yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi,” tutupnya. (Adv)













