KNWES.id, SAMARINDA – DPRD Kalimantan Timur tengah menggenjot pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Lingkungan Hidup yang dirancang untuk menggabungkan dua regulasi lama, yaitu Perda Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Perda Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kualitas Air.
Namun draf yang beredar saat ini masih menuai banyak catatan kritis dari berbagai pihak.
Ketua Pansus Ranperda Lingkungan DPRD Kaltim, Guntur, menjelaskan bahwa proses penyusunan aturan tersebut masih berada pada tahap pendalaman materi. Berbagai pihak seperti OPD, pelaku industri, hingga akademisi telah dilibatkan.
“Lingkungan hidup ini masalah besar. Maka dari itu eksekutif, legislatif, dan pelaku usaha harus jadi satu. Apa pun produk hukum yang dibuat nanti, yang menjalankan pelaku usaha, yang mengawasi DLH, dan kami memonitor,” kata Guntur dalam forum pembahasan Ranperda, Jumat (21/11/2025).
Walau pembahasan dipercepat, sejumlah akademisi menilai ranperda ini belum menjawab persoalan mendasar seperti kerusakan lahan eks tambang, penurunan kualitas Sungai Mahakam, hingga deforestasi skala besar.
Menurut Guntur, masukan paling keras berkaitan dengan pengawasan, mekanisme pengendalian, serta bobot sanksi yang dianggap belum tegas.
“Banyak masukan. Mereka mempertanyakan bagaimana pengawasannya dan bagaimana sanksinya. Kita lebih beratkan sanksi administrasi, bukan pidana. Karena kalau kita taruh pidana di perda, itu tidak maksimal,” jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa sanksi administratif yang akan diterapkan mencakup pencabutan izin sementara, kewajiban pemulihan lingkungan, hingga denda yang masuk ke pos PNBP daerah.
Sementara sanksi pidana tetap mengacu pada undang-undang tingkat nasional seperti UU 32 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Kita arahkan pidana ke aturan yang lebih tinggi. Biar lebih tajam dan lebih menggigit,” tambahnya.
Guntur menegaskan percepatan penyusunan ranperda bukan hanya formalitas teknis. Ia memastikan perpanjangan waktu pembahasan hanya diberikan satu bulan dengan harapan regulasi ini dapat menjadi rujukan bagi pemerintah kabupaten/kota di Kaltim.
“Kita tahu kondisi lingkungan di Kaltim ini luar biasa rusaknya. Minimal perda ini bisa jadi pagar agar kerusakan tidak semakin dalam,” ucapnya.
Tahapan berikut yang akan ditempuh ialah uji publik, sebelum naskah final diserahkan ke pemerintah pusat untuk dikonsultasikan. Guntur berharap perda ini nantinya menjadi pijakan kuat bagi daerah untuk memperbaiki tata kelola lingkungan.
“Harapan kita setelah ini, kabupaten/kota juga menyusun aturan turunan sesuai karakter wilayah masing-masing,” tutupnya.
(Adv)













