Gratispol Dinilai Lebih Tertutup, DPRD Kaltim Ingatkan Tetap Ada Celah Kecurangan

Wawancara Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim Darlis Pattalongi
Wawancara Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim Darlis Pattalongi

KNWES.id, SAMARINDA — Polemik terkait pelaksanaan program bantuan pendidikan Gratispol kembali mencuat setelah muncul evaluasi terhadap beasiswa Kaltim Tuntas yang sebelumnya dianggap mudah disusupi manipulasi data.

Sorotan ini disampaikan Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Darlis Pattalongi, usai mengikuti diskusi publik bertajuk Tuk Ki Tak Kituk Gratispol Pendidikan Supaya Baik Jalannya yang digelar di Temindung Creative Hub, Samarinda, Kamis (20/11/2025).

Darlis menjelaskan bahwa salah satu persoalan utama pada skema beasiswa terdahulu adalah mekanisme persyaratan yang terlalu terbuka sehingga memungkinkan banyak pihak untuk melakukan intervensi.
“Kalau beasiswa itu kan memakai persyaratan-persyaratan yang memungkinkan di mana banyak bisa mengundang banyak orang bisa bermain,” ucapnya.

Ia menyebut praktik penyimpangan data dan penerima tidak tepat sasaran sudah sering terjadi. Melalui Gratispol, menurutnya, sistem penyaluran bantuan kini diubah dengan memberikan kewenangan lebih besar kepada perguruan tinggi.

Mahasiswa yang sudah diterima kampus otomatis dapat menjadi penerima bantuan tanpa proses rekomendasi berlapis seperti sebelumnya. Darlis menilai pola baru ini lebih tertutup dan kecil peluang untuk dimainkan.
“Begitu mahasiswanya diterima perguruan tinggi bisa dia mendapatkan gratis secara otomatis. Walaupun masih ada administrasi yang harus dilakukan, tapi kan tidak lagi seterbuka serawan dengan beasiswa,” jelasnya.

Meski begitu, ia tetap mengingatkan bahwa risiko kecurangan belum sepenuhnya hilang. Menurutnya, potensi manipulasi kini bisa bergeser pada pendataan jumlah mahasiswa penerima, bukan lagi pada rekomendasi individu.
“Walaupun begitu tetap juga kita harus awasi dengan baik. Bisa jadi kemudian hari ada permainan-permainan menyangkut jumlah mahasiswa di situ, nah jangan sampai terjadi,” ujarnya.

Ia menambahkan contoh bentuk kecurangan yang mungkin muncul, yakni laporan jumlah mahasiswa yang dibesarkan demi kepentingan tertentu.
“Jangan sampai misalnya yang dilaporkan 1.000 ternyata yang diterima cuma 900. Itu bisa jadi ada permainan seperti itu. Kita sudah antisipasi itu,” tegasnya.

Darlis meminta pemerintah provinsi bersama DPRD terus memperkuat pengawasan agar Gratispol benar-benar menjangkau masyarakat yang kesulitan mengakses pendidikan tinggi.

Baginya, program ini bukan sekadar soal distribusi anggaran, tetapi memastikan akses pendidikan tidak lagi ditentukan oleh koneksi atau kemampuan finansial.

“Gratispol ini saya rasa enggak terlalu rawan seperti beasiswa sebelumnya. Tapi tetap harus dikawal,” tutupnya.

(adv)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *