Politikus PDI Perjuangan Apresiasi Usaha Pelestarian Budaya Erau di Kaltim

Advertorial, Home7 Dilihat

SAMARINDA – Walau menapaki era digitalisasi dan modern, Erau adat Kutai tetap diadakan setiap tahun oleh Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Sejak muncul sekitar abad ke-12 Masehi, Erau menjadi harta karun budaya Indonesia yang tak ternilai harganya.

Erau bukan hanya sekedar festival biasa, akan tetapi sebuah penanda sejarah yang hidup. Erau menghubungkan masa lalu dan masa kini, serta menjadi puncak perayaan warisan budaya Kutai yang tak tergantikan.

Seiring berjalannya sejarah Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura kata Wakil Ketua DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Erau tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya lokal Benua Etam yang telah ada sejak zaman dahulu.

“Erau sudah ada sejak dulu, namun tetap ada hingga saat ini,” ucapnya.

Tradisi Erau lanjutnya, akan tetap terjaga dan dilestarikan dengan penuh kebanggaan oleh masyarakat Kaltim. Tanpa mengenal usia dan latar belakang, semuanya akan merayakan Festival Erau setiap tahunnya.

Tujuan perayaannya, tidak lain untuk mengenalkan adat dan budaya Kutai kepada generasi penerus.

“Budaya kita harus tetap terjaga, lestari dan dihargai oleh bangsa sendiri maupun bangsa lain didunia. Mari pelihara tradisi leluhur yang ada di Kalimantan,” tegasnya.

Politikus PDI Perjuangan itu sangat berterima kasih kepada Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara atas upaya luar biasanya dalam melestarikan keberadaan budaya Kutai.

Melalui inisiatif dan dedikasi itu lanjut pria kelahiran Jember ini, warisan budaya dari Kutai akan terus hidup dan berkembang, sehingga dapat dinikmati oleh generasi sekarang dan masa depan.

Harapannya, pesan dan semangat ini dapat menular kepada anak-anak dan para milenial. Pasalnya, sangat penting agar generasi muda juga merasa terhubung dengan kekayaan budaya Indonesia, terutama di wilayah Kaltim.

“Saya berterima kasih kepada Pemerintah kabupaten Kutai Kartanegara yang terus menjaga dan melestarikan budaya-budaya Nusantara, khususnya budaya lokal seperti Erau dan sebagainya. Kalau itu tidak ada lagi, kita nggak akan kenal dengan budaya kita,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *