KNWES.id, SAMARINDA — Isu kembalinya aktivitas terlarang di kawasan bekas lokalisasi Lauhi kembali menjadi perhatian serius DPRD Kalimantan Timur. Area yang sebelumnya telah ditutup secara resmi itu kembali ramai dibicarakan setelah aparat menemukan dugaan praktik prostitusi dalam sebuah razia.
Anggota DPRD Kaltim, Subandi, menyatakan keprihatinannya atas temuan tersebut. Ia menilai, segala bentuk aktivitas ilegal di lokasi itu tidak dapat ditoleransi, terlebih karena saat ini kawasan sekitar telah berkembang dan terdapat fasilitas pendidikan.
Keberadaan sekolah di sekitar area tersebut, menurut Subandi, menjadi alasan mendesak bagi pemerintah daerah untuk segera bertindak. Ia menekankan bahwa risiko dampak negatif terhadap anak-anak harus menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan kebijakan.
“Saya berharap Satpol PP atau instansi terkait ini harus menindak tegas. Tidak boleh ada proses-proses ilegal. Karena dulu memang pernah dilegalkan, tapi setelah ditutup tentu tidak ada lagi,” tegas Subandi saat diwawancara pada Rabu (26/11/2025).
Ia juga mengingatkan bahwa penutupan
kawasan Lauhi bukanlah keputusan sepihak pemerintah daerah, melainkan bagian dari instruksi langsung Menteri Sosial saat itu, Khofifah Indar Parawansa. Dengan demikian, seluruh aktivitas prostitusi di kawasan tersebut seharusnya telah berhenti secara total.
Saat disinggung mengenai peran DPRD dalam mendorong langkah nyata, Subandi menegaskan bahwa lembaganya siap memberikan tekanan kepada pemerintah agar tidak ragu mengambil tindakan tegas. Menurutnya, sikap pembiaran hanya akan memperbesar persoalan sosial di kemudian hari.
“Kita mendorong. Instansi terkait, terutama Satpol PP, harus koordinasi dengan pihak kota. Saran saya segera tutup. Tutup permanen. Instruksi menteri waktu itu memang tutup permanen,” ujarnya.
Lebih lanjut, Subandi menegaskan bahwa praktik prostitusi tidak hanya bertentangan dengan nilai-nilai agama, tetapi juga melanggar hukum yang berlaku. Kondisi ini menjadi semakin memprihatinkan apabila terjadi di lingkungan yang setiap hari dilalui anak-anak sekolah.
“Kasihan anak-anak kita. Hari-hari lewat situ dan jadi pesantren buruk. Harus ada tindakan konkret. Tutup dan tidak ada toleransi,” katanya.
Terkait informasi adanya pekerja di kawasan tersebut yang diduga berasal dari luar daerah bahkan luar pulau, Subandi menilai bahwa setiap warga negara berhak datang ke Samarinda selama memiliki identitas dan tujuan yang jelas.
Namun, jika kedatangan tersebut untuk melakukan aktivitas ilegal, maka penindakan wajib dilakukan.
“Tidak boleh melarang orang luar datang ke Samarinda selama dia WNI. Tapi kalau dia ke sini untuk beroperasi secara ilegal, ya kita punya tanggung jawab moral untuk menyuarakan bahwa itu harus ditutup dan dilarang,” pungkasnya.
(Adv)













