KNWES.id, SAMARINDA – Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur harus melakukan rekonstruksi menyeluruh terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2026. Keputusan ini diambil setelah adanya koreksi besar pada perkiraan penerimaan daerah, terutama dari pos Transfer ke Daerah (TKD) yang membuat pendapatan Kaltim terpangkas lebih dari Rp6 triliun.
Awalnya, pendapatan Kaltim diproyeksikan mencapai Rp21,35 triliun. Namun, setelah adanya penyesuaian dari pemerintah pusat, angka itu merosot menjadi sekitar Rp15,1 triliun. Kondisi ini memaksa DPRD Kaltim dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) mengkaji ulang seluruh struktur anggaran, termasuk berbagai program strategis yang sudah direncanakan.
Ketua DPRD Kaltim, Hasanuddin Mas’ud, menegaskan bahwa perubahan sedrastis itu membuat APBD 2026 yang telah disusun sebelumnya tidak mungkin dipertahankan.
“Penerimaan kita merosot dari Rp21,35 triliun menjadi sekitar Rp15 triliun. Dengan pengurangan lebih dari Rp6 triliun, satu-satunya opsi adalah membongkar ulang struktur anggaran,” ujar Hasanuddin pada Selasa (25/11/25).
Ia menyampaikan bahwa Badan Anggaran bersama TAPD kini tengah membahas kembali seluruh program kerja. Koreksi pendapatan yang mencapai sekitar Rp6,13 triliun membuat penyesuaian belanja menjadi langkah yang tidak dapat dihindari.
“Pengurangan penerimaan sebesar itu pasti mengubah seluruh susunan anggaran. Semua program harus dibahas kembali dari awal,” jelasnya.
Salah satu program yang menjadi sorotan akibat penyesuaian anggaran adalah Gratispol, yang selama ini memberikan bantuan pembiayaan pendidikan bagi mahasiswa Kaltim. Hasanuddin memastikan bahwa program tersebut berpotensi mengalami pengurangan.
“Program Gaspol atau Gratispol juga terkena imbas. Akan ada pengurangan, sehingga harus dikalkulasi ulang,” tuturnya.
Tak hanya di sektor pendidikan, bantuan sosial lainnya juga diperkirakan akan terdampak. Hasanuddin menyebutkan bahwa dana bantuan untuk marbot masjid beserta pembinaannya termasuk dalam daftar program yang tengah dievaluasi.
“Bantuan untuk marbot mungkin akan dikurangi. Mengingat pengurangannya sangat besar, dampaknya pasti akan terasa di masyarakat,” ungkapnya.
Meski begitu, Hasanuddin menegaskan bahwa seluruh angka yang beredar belum final. Proses diskusi antara DPRD Kaltim dan TAPD masih berlangsung dan belum menghasilkan kesepakatan akhir.
“Semua masih dalam tahap pembahasan. Saya belum dapat menyebutkan angka pasti karena diskusinya belum selesai,” tegasnya.
Dengan tergerusnya kapasitas fiskal secara signifikan, penyusunan APBD 2026 diprediksi menjadi salah satu proses paling sulit yang harus dihadapi Pemprov Kaltim. Baik eksekutif maupun legislatif kini dituntut menentukan prioritas baru demi menjaga layanan publik tetap berjalan di tengah terbatasnya anggaran. (Adv)













