KNWES.id, SAMARINDA – Anggota Komisi II DPRD Kalimantan Timur, Firnadi Ikhsan, kembali menyoroti kesiapan Kaltim menghadapi era pasca-tambang, terutama terkait kemampuan daerah mencari sumber pendapatan pengganti. Sorotan ini muncul di tengah diskusi mengenai arah ekonomi Kaltim ke depan.
Firnadi mempertanyakan seberapa besar potensi pendapatan baru yang mampu menutup kekosongan jika sektor tambang tidak lagi menjadi motor utama perekonomian daerah. Kekhawatiran itu, menurutnya, muncul karena pendapatan Kaltim selama ini sangat bertumpu pada sektor tersebut.
“Pak, sebelumnya sudah dibahas beberapa sektor pengganti di luar tambang. Namun, apakah besaran pendapatannya akan mampu menyamai pendapatan dari tambang? Ini kan akan berkurang drastis, Pak, apabila kita sudah tidak bergantung lagi pada tambang,” ujar Firnadi.
Menjawab hal tersebut, pihak terkait menjelaskan bahwa meski data pembanding belum tersedia secara langsung, transisi menuju struktur ekonomi baru tidak akan berlangsung secara mendadak. Perubahan dipastikan berjalan bertahap agar tidak mengguncang stabilitas keuangan daerah.
“Memang, kita belum bisa membandingkan dari sisi data. Namun, jelas bahwa proses penggantian pendapatan yang hilang tidak akan terjadi secara tiba-tiba atau menimbulkan ‘kejutan’ yang memberatkan,” jelasnya.
Dijelaskan pula bahwa berkurangnya pendapatan sektor tambang, termasuk porsi dana transfer yang pernah mencapai sekitar Rp10 triliun, akan terjadi secara perlahan. Di sisi lain, Pemprov Kaltim akan terus mengoptimalkan sektor-sektor lain agar mampu menopang kebutuhan fiskal daerah.
Saat ini, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kaltim—yang bertumpu pada sektor jasa, pendapatan sah lainnya, dan kontribusi BUMD—telah mampu mencapai sekitar Rp9 triliun, atau setara dengan setengah APBD. Angka ini diharapkan menjadi pondasi awal bagi sumber pendapatan non-tambang.
“Harapannya, ketika sektor-sektor lain di luar PAD, seperti perkebunan, perikanan, dan jasa, dikelola secara optimal, mereka punya potensi untuk menjadi tulang punggung pendapatan baru. Walaupun tidak bisa instan, prosesnya akan bertahap,” tambahnya.
Contoh kota besar seperti Jakarta dan Surabaya turut disebut, di mana minimnya dana TKD tidak menjadi hambatan untuk tetap menarik investasi dalam jumlah besar dan menjaga perekonomian tetap kompetitif.
Selain itu, Firnadi juga menekankan pentingnya mengembangkan kekuatan lokal Kaltim, termasuk industri semen dan nikel, yang dinilai memiliki peluang besar untuk memperkuat struktur pendapatan daerah di masa mendatang.
“Kita perlu melihat potensi seperti semen dan nikel yang kita miliki sebagai peluang untuk meningkatkan pendapatan daerah ke depannya,” pungkasnya. (Adv)













